Beberapa tahun yang lalu, di layar TV Swasta ditayangkan acara mencari bakat yang berjuluk Akademi Fantasi Indosiar yang disingkat AFI. Acara ini begitu fenomenal karena selain menjadi acara pertama yang melibatkan pemirsa dengan voting telepon, acara tersebut juga dibuat dramatis. Salah satu moment dramatis yang jadi ciri khas AFI adalah saat babak eliminasi. Pada babak itu peserta yang mendapat voting telepon paling sedikit akan dipulangkan. Penggambaran peserta yang dipulangkan adalah dengan menyeret koper besar sebagai lambang bahwa peserta tersebut harus angkat kaki dari asrama AFI.
Jika sekitar pukul 08.30 WIB anda berada di lobby gedung utama KP DJP, akan terlihat beberapa orang sedang menyeret koper besar. Apakah mereka peserta AFI yang tereliminasi ? jelas bukan karena acara AFI sudah tidak lagi di tayangkan dan mereka menggunakan kartu tanda pegawai DJP. Merekalah Pegawai DJP yang diberikan amanat untuk mewakili DJP menghadapi sengketa Pajak di Pengadilan Pajak yang berada di bilangan Lapangan Banteng.
Banyak pakar menyatakan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh otoritas pajak di seluruh dunia dalam memungut pajak itu ada 2 :
1. Orang miskin tidak layak dipajaki
2. Orang kaya memiliki jutaan cara untuk menghindari pengenaan pajak, mulai dari cara canggih seperti transfer pricing, thin Capitalization hingga cara sederhana seperti mengatasnamakan orang lain.
Untuk masalah pertama, biasanya otoritas perpajakan menyelesaikannya dengan cara penerapan Penghasilan Tidak kena pajak (PTKP) dan NJOTKP. Sementara untuk yang kedua otoritas perpajakan harus bekerja ekstra keras untuk melawan “kreativitas” Wajib Pajak.